Tes DNA Untuk Mengetahui Bakat Sepakbola

Kamis, 20 Oktober 2011

Di masa mendatang bakat sepakbola seseorang sudah akan diketahui saat dia masih berusia sangat muda. Hal itu memungkinkan menyusul mulai dilakukannya tes DNA oleh sebuah di sebuah klub sepakbola profesional.

Pemanfaatan teknologi gen dalam dunia sepakbola kini mulai dikembangkan oleh sebuah klub di Premier League. Tak disebutkan klub apa yang dimaksud, namun seperti dikutip dari Telegraph penelitian itu bisa mengubah masa depan sepakbola di seluruh dunia.

Saat ini penelitian awal dilakukan untuk mengetahui kenapa beberapa pemain di klub yang tak disebut namanya itu lebih rentan cedera dibanding pemain lainnya. Diharapkan hasil penelitian itu akan membuat pelatih dapat informasi lebih akurat terkait kekuatan fisik sang pemain, durasi bermain dan jadwal latihan harian.

Seorang ahli genetik dari Universitas Yale, Marios Kambouris, telah menerima ratusan sample DNA untuk diteliti. Dan dari penelitian tersebut didapat hasil memuaskan karena bisa diidentifikasi sample-sample mana yang lebih rentan dan sample yang lebih kuat.

"Saya tidak tahu pemain-pemain mana saja mereka tapi ditemukan gen yang bagus di sana, hal yang bisa mempengaruhi performa mereka, seperti kemampuan untuk melakukan pemanasan aerobik lebih baik, yang nantinya akan memberi mereka stamina lebih baik di atas lapangan," sahut Kambouris.

Disebutkan kalau dalam pengembangannya ke depan tes DNA ini tak cuma akan bisa mengetahui pemain mana yang punya kecenderungan cedera lebih besar dan pemain mana yang memiliki kekuatan lebih baik. Di masa mendatang tes DNA ini diprediksi bisa mengetahui potensi seorang pemain muda, yang membantu klub untuk memutuskan apakah ingin mengontrak atau melepasnya.

Namun hal ini kemudian menjadi perdebatan. Teknik tes DNA ini dianggap tidak fair karena bisa memupus harapan anak-anak yang punya impian menjadi pesepakbola.

"Itu bisa menjadi tidak fair untuk anak-anak yang menyukai sepakbola, yang harus menerima kabar bahwa dia tak akan bisa melakukannya hanya karena dia memiliki gen yang tak sesuai," sahut Professor Nicola Maffulli dari University of London.

Berita Terkait: